Pencak Silat NU Pagar Nusa adalah badan otonom
Nahdlatul Ulama yang bertugas menggali, mengembangkan dan melestarikan pencak silat
Nahdlatul Ulama sebagai warisan wali songo. Berawal dari sebuah perhatian dan sekaligus
keprihatinan tentang surutnya dunia persilatan di pelataran pondok pesantren. Padahal pada
awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan kehidupan
dan kegiatan pondok pesantren.
Tanda-tanda kesurutan
antara lain hilangnya peran pondok pesantren sebagai padepokan pencak silat. Awalnya
pondok pesantren bisa diibaratkan sebagai sentral kegiatan
pencak silat. Kyai atau Ulama pondok pesantren selalu
melengkapi dirinya dengan pencak silat, khususnya
aspek tenaga dalam atau karomah yang dipadu dengan beladiri. Pada saat itu seorang kyai
sekaligus juga menjadi pendekar pencak silat. Di sisi lain
tumbuh menjamurnya perguruan pencak silat yang lahir seperti jamur di musim
penghujan. Dengan segala keanekaragaman, baik di lihat
dari segi agama, aqidah maupun kepercayaannya. Satu sama
lain bersikap tertutup, menganggap dirinya yang paling baik dan paling
kuat. Kebanyakan bersifat local sehingga
tumbuhnya menjamur dan berguguran setelahnya.
Keadaan yang demikian mendorong para Ulama pimpinan pondok pesantren, pendekar
serta tokoh-tokoh pencak silat untuk musyawarah khususnya mencari jalan keluar, yaitu membuat
suatu wadah yang khusus mengelola pencak silat NU pada tgl 12
Muharram 1406 M, yang bertepatan pada tanggal 27
September 1985 M. Berkumpulah para Ulama dan para pendekar di
pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa timur untuk musyawarah
dan sepakat membentuk suatu wadah yang khusus mengurus pencak silat Nahdlatul
Ulama. Musyawarah tersebut di hadiri tokoh - tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk dan
Kediri.
Pada musyawarah tersebut disepakati antara lain membentuk Ikatan Pencak Silat NU
disingkat (IPS NU). Musyawarah berikutnya di adakan di pondok
pesantren Lirboyo Kediri Jawa timur, dan meminta PWNU Jatim mengirim utusan untuk mengikuti
pertemuan di Lirboyo Kediri pada tanggal 3 Januari 1986, dan untuk pertemuan
berikutnya tetap diadakan di tempat yang sama.
Tokoh Pencak Silat yang hadir dalam musyawarah tersebut antara lain
dari Pasuruan, Ponorogo, Jombang, Nganjuk dan
Kediri. Utusan dari
PWNU Jatim yaitu K.Bukhori susanto (Lumajang) dan K.Suharbillah SH.LLT dari
Ponpes AN-NAJIYAH sidosermo Surabaya.
Dalam musyawarah tersebut disepakati
susunan pengurus harian Jawa timur yang merupakan embrio pengurus pusat, sebagai berikut:
Ketua umum
|
: K.H.Agus Maksum Djauhari
|
Sekretaris
|
: Drs.H.Fuad Anwar
|
Ketua harian
|
: K.H.Drs.Abdur Rahman Utsman
|
Ketua
I
|
: H.Suharbillah SH.LLT
|
Sekretaris
|
: Drs.H.Fuad Anwar
|
Sekretaris
I
|
: Drs.H.Kuncoro
|
Sekretaris II
|
: Ashar Lamro
|
Nama yang di sepakati adalah Ikatan Pencak Silat NU yang disingkat IPS
NU. Pada waktu Audiensi dengan Pengurus Wilayah NU Jatim di usulkan nama oleh
K.H Anas Thohir selaku pengurus wilayah NU Jatim adalah Ikatan Pencak Silat NU
Pagar Nusa yang mempunyai kepanjangan Pagar NU dan Bangsa. Nama tersebut di ciptakan
oleh K.H Mudjib Ridlwan dari Surabaya, putra dari K.H Ridlwan Abdullah pencipta lambang NU. Simbol
terdiri dari segi lima warna dasar hijau yang di dalamnya ada bola dunia dan di depannya ada
pita bertulis logo La Gholiba Illabillah dengan arti tiada yang menang kecuali mendapat
pertolongan dari Allah. Di lengkapi dengan bintang sembilan dan trisula
(di kalangan NU dikenal dengan nama cabang) sebagai simbol pencak
silat. Lambang tersebut diusulkan oleh H.Suharbillah.SH.LLT. Disempurnakan
dan dirubah menjadi segi lima oleh peserta musyawarah III di Ponpes Tebuireng
Jombang.
K.H Sansuri Badawi
sebagai sesepuh dan penasehat yang sempat hadir dalam musyawarah tersebut menandaskan
bahwa :
Logo yang berbunyi “Laa Gholiba Illallah” yang di
pertahankan dirubah menjadi “Laa Gholiba Illa Billah”.
Untuk
membentuk Susunan Pengurus tingkat Nasional, PBNU membuat Surat Pengantar kesediaan ditunjuk
sebagai Pengurus. Surat
pengantar tersebut ditandatangani
oleh Ketua Umum PBNU K.H Abdurrahman Wahid, dan Rais Aam
K.H Ahmad Siddiq. Insya Allah tanda tangannya K.H Ahmad Siddiq
merupakan tanda tangan yang terakhir.
Lembaga
Pencak Silat NU memenuhi tuntutan organisasi mengadakan Munas I yang di adakan
di Ponpes Zainul hasan Genggong Kraksaan Probolinggo Jatim. Surat
kesediaan di tempati di tanda tangani oleh K.H Saifurrizal, Insya Allah
merupakan tanda tangan beliau yang terakhir. Penentuan tanggal pelaksanaan
Munas I di tentukan oleh Kyai sendiri yaitu tanggal 20-23 September 1991. Ternyata tanggal tersebut adalah 100
hari wafat beliau. Sehingga waktu pembukaan di adakan Tahlil terlebih dahulu. Sesuai dengan hasil
Muktamar NU di Cipasung, Lembaga Pencak Silat NU Pagar Nusa berubah status dari
Lembaga menjadi Badan Otonom sehingga namanya menjadi “Ikatan Pencak
Silat NU Pagar Nusa”.
Sekitar tahun 1990-an,
mulai diperkenalkan pada seluruh Kabupaten/Kotamadya yang ada di Propinsi Jawa
Timur. Khususnya di Kabupaten Sidoarjo. Sejak diperkenalkan, Pagar Nusa merupakan
salah satu organisasi pencak silat yang dapat diperhitungkan terutama dalam
bidang prestasi. Tidak hanya itu, Pagar Nusa juga menjadi salah satu ikon
penting pada dunia pendidikan terutama pada lingkungan Ma'arif.